Sebuah penelitian di Inggris yang diinisiasi oleh London Metropolitan University, melakukan penelitian kepada 100 orang lelaki dan perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks di London. Hasil dari penelitian ini cukup mengejutkan. Sebagian besar orang akan berpendapat bahwa kebanyakan pekerja seks dipaksa untuk melakukan pekerjaannya atau terpaksa melakukannya. Namun penelitian ini membuktikan bahwa para pekerja seks cukup paham dengan pilihan pekerjaannya dan mengerti betul akan pilihan yang diambil. Mengutip dari jurnal tersebut dikatakan bahwa “mereka bahagia menjadi pekerja seks”.
Sekitar 94% responden mengatakan mereka tidak pernah dipaksa untuk menjual seks. Faktanya, sebagian besar responden memilih menjadi pekerja seks karena bosan dengan rutinitas kehidupan sehari-hari. Salah satu alasan lainnya adalah bosan dengan rutinitas kerja dari 9to5. Menjadi pekerja seks memang memiliki waktu yang sangat fleksibel yang tidak mungkin dilakukan oleh pekerja kantoran biasa. Para responden ini juga mengatakan bahwa mereka senang untuk bertemu orang baru dari berbagai latar belakang. Dengan demikian mereka bisa banyak belajar hal-hal baru daripada mereka hanya memiliki pekerjaan kantoran biasa.
Itu adalah penelitian di London. Bagaimana dengan di Indonesia? Saya tidak yakin bahwa alasan ekonomi menjadi alasan utama seseorang menjual seks nya. Anda mungkin sudah pernah datang ke Dolly? Coba Anda datang waktu weekend dan saksikan bagaimana ramainya tempat itu seperti pasar malam. Atau Saritem yang katanya sudah ditutup? Padahal setiap hari ratusan motor milik para pelanggan pekerja seks nangkring dengan rapinya di sepanjang gang-gang di Jalan Saritem. Belum lagi pekerja seks kelas menengah ke atas yang siap melayani panggilan hotel melalui handphone, Blackberry atau media sosial (misalnya twitter dan facebook). Ada hukum supply and demand disni. Saya yakin jika selama tiga bulan tidak ada pelanggan pekerja seks yang datang ke sebuah lokalisasi, pasti lokalisasi tersebut akan tutup dengan sendirinya. Fakta bahwa masih sangat ramai tempat-tempat prostisusi membuktikan bahwa hukum permintaan masih memegang peran yang dominan. Bukan alasan ekonomi yang membuat seseorang akhirnya menjual seks nya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !