Pelacuran Saritem Bandung, Tempat belajar True Customer Satisfaction!

Cerita ini diambil dari salah satu orang marketing di indonesia yang sukses mengikuti jejak marketing di saritem tapi bukan berbisnis yang sama, melainkan mengikuti triknya.

Ceritanya adalah : Bener suer deh, gua bukan pelanggan Saritem. Bahkan jaman kuliah dibandung dulu gak pernah sekalipun gua menginjakkan kaki didaerah situ. Tapi justru suatu hari saat gua udah gak tinggal dibandung lagi,
gua malah ingin tau, kayak apa sih yang namanya kompleks pelacuran SaritemBandung itu? Kebetulan salah satu anak kantor, Bain namanya, punya keingintahuan yang sama, so jadilah kita main ke bandung dan
mengunjungi Saritem.

Rupanya Saritem adalah nama sebuah jalan yang cukup dilalui dua mobil. Kompleks pelacurannya terletak di gang gang kecil yang berujung di jalan Saritem itu. Kita berdua parkir mobil di Jalan Saritem itu lalu jalan kaki menyusuri gang-gang yang kecil banget sampai kalau kita jalan berpapasan sama orang ya harus miringin badan. Oiya, begitu parkir, kita disamperin sama satu anak muda, namanya Jek (kalo gak salah). Lagaknya agak agak preman, tapi ramah. Rupanya dia ‘broker’ dari cewek cewek disitu. Dengan semangat dia mengantarkan dan menemani kita berdua keliling2Saritem.

Sebenernya gua agak gak enak sama si Jek ini, karena gua tau banget ujungnya gua gak bakal milih cewek disitu mau secantik apapun. idiih ogaah dehh. ngebayanginnya aja udah males. Kita cuma pengen tau kayak
apa sih yang namanya Saritem itu. Tapi lumayan banget ada dia sebagai tour guide. Rencana gua sih nanti gua kasih duit aja saat gua mau pulang.

Akhirnya kita diajak masuk ke salah satu rumah. Disitu ada semacam aquarium yang isinya cewek cewek pada duduk di sofa. . Begitu kita datang, kita disambut dengan baik sekali oleh sang papi disitu. Semua

cewek cewek itu disuruh berdiri didepan aquarium itu supaya kita gampang memilih. Waktu tuh  cewek-cewek udah pada berdiri, temen gua Bain sempet nanya sama si papi, “berapaan harganya?”
“yang mana?” oo.. rupanya ada beda beda harganya, tergantung wajah dan kualitas service kali ya.

lalu Bain menunjuk salah satu yang memang paling cantik diantara mereka “oo yang itu 75.000″ gua cukup kaget dengernya. gila, sex udah jadi komoditi yang gak mahal disini ya..

Trus gua nanya: “kalo mau ngambil, maennya dimana?”

“oh di lantai atas ada kamar, tapi bayar lagi 15.000, jadi total 90.000. ya sama kondom dan teh botol jadi seratus ribulah”
“hah kamarnya 15.000? untuk berapa lama harga segitu?”
“terserah berapa lama, pokoknya dua kali keluar..”

Jujur aja, gua kagum sama promise nya. Buat target marketnya, kepuasan pelanggan sangat confirm dijanjikan. Gak banyak bisnis jasa dibidang lain yang bisa sekuat itu menjanjikan customer satisfaction, which sangat diperlukan dalam mengembangkan bisnis.

Dan cerita kekaguman gua pada Saritem belum selesai disitu. Gua lalu jalan balik kemobil karena merasa sudah cukup melihat, yang bahkan mengajari tentang aplikasi ilmu marketing disana. Lalu saat mau naik
mobil, Jek gua kasih duit karena udah nganterin kita keliling-keliling, Eh, si jek dengan sopan menolak. Dia menolak karena kita gak jadi ambil cewek disana dan untuk itu kita gak harus bayar jasa dia.

-oOo-

Duh, didunia yang ‘tidak bermoral’ itu, ternyata gua bisa belajar banyak ya.. bahkan termasuk etika perilaku bisnis yang di dunia sehari hari agak sulit ditemukan.

Kalau gua target market, gua definitely akan jadi returning customer untuk bisnis yang melayani gua seperti iniatau kalau dibalik:

Kalau kita punya bisnis, prinsip kepuasan pelanggannya harus bisa sekuat ini supaya customer kita akan puas dan kembali.

-oOo-

Dalam menjalankan bisnisnya, gua selalu yakin bahwa pada awalnya semua pelaku bisnis setuju bahwa kepuasan pelanggan adalah penting. Hanya saja begitu mulai masuk ke hitungan-hitungan bisnis, baru disadari bahwa kepuasan pelanggan itu memang kadang-kadang merupakan sebuah investasi yang artinya adalah pengeluaran buaya.

Bila kondisi ini yang dihadapi, kadang prinsip kepuasan pelanggan mulai ‘dikompromikan’ dengan target marginnya. Akhirnya ujungnya kepuasan pelanggan jadi dikurangi. Padahal kepuasan itulah satu satunya alasan mengapa pelanggan kembali. TIDAK ADA alasan lain. Itu prinsipnya.

Di masa sekarang dan yang akan datang, semua bisnis harus dilihat sebagai bisnis jasa. Baik itu jualan produk atau layanan. Kebayang gak jualan makanan enak tapi melayaninya asal asalan? Jualan barang canggih tapi tak ada purna jualnya? Banyak contoh lain yang semakin memperkuat bahwa satu satunya alasan untuk berhasil hari gini adalah kalau pelanggannya puas dan ingin kembali.

Dan balik ke kasus Saritem bandung, Mereka menujukkan bahwa mereka sangat mengerti marketnya, melayani customernya dengan level kepuasan pelanggan yang -gua_bisa_bilang- relatively lebih tinggi dari
rata-rata bisnis lain di Indonesia.

So, walau gua bukan pelanggan (sumpe dah hahaha) gua gak malu bilang, gua belajar dari mereka tentang True Customer Satisfaction.